Menembus Relung Waktu Dengan Laptop ASUSku

Aku menahan diri untuk melampiaskan kekesalanku saat kulihat layar masih menampilkan angka 30% sedari tadi. Laptopku sedang butuh di-update, sementara aku punya tugas yang harus segera dikumpulkan.

Kenapa juga laptop itu harus di-update sekarang? Kenapa tidak besok saja? Mending kalau cepat proses update-nya. Lha ini laju prosesnya sungguh bikin gemes.

Tidak hanya update di saat-saat genting, dia juga sangat terasa lambat saat digunakan. Aku memang agak tidak sabaran sih, tapi aku yakin tidak seharusnya dia beroperasi selamban itu. Aku tidak mengerti lagi apa yang terjadi dengan laptop satu ini, tapi yang jelas, aku sudah tidak tahan lagi.

Yach, memang kalau dipikir, laptopku ini sudah renta. Saat kubuka catatan pembeliannya – aku memang sering mencatat barang-barang yang kubeli, khususnya barang elektronik – terpana juga aku karena ternyata umurnya sudah berjalan lebih daripada lima tahun.

Vivobook S200, itulah laptopku. Laptop touch screen ASUS pertama yang pernah ada. Kenangan selama lima tahun ini lalu bergulir di memoriku.

Laptop inilah senjata utamaku dalam segala hal. Dialah yang membantuku menyelesaikan semua tugasku untuk dikumpulkan ke guru SMA (waktu itu) dan dosen.

Dialah yang menolongku menyimpan semua ide dan khayalan yang kutuang di area kosong Microsoft Word.

Dia juga yang selalu aku gunakan saat aku sedang gencar-gencarnya belajar mengedit gambar, dari berkemampuan nol hingga lumayan seperti sekarang. Pssst, dikit-dikit aku bisa dapat duit lho dari ngedit gambar buat sampul buku.

Ah, laptop tua yang penuh dengan kenangan. Selalu ada cerita yang telah dibuat dengannya. Harusnya tidak aneh kalau aku bilang aku punya ikatan dengan laptop tua ini. Tidak aneh kalau aku sayang laptop tua ini.

Masalahnya adalah, dia sudah kurang gegas mengejar teknologi terkini. Aku selalu keteteran mengerjakan tugas, menulis naskah hasil imajinasi liarku di Wattpad, dan menyunting gambar untuk sampulnya.

Tenggat waktu tidak pernah mau tahu. Tenggat waktu tidak peduli kondisi laptopmu. Yang dia tahu hanyalah, semua tugas harus selesai tepat waktu, bagaimanapun caranya.

Perlukah aku mengganti Vivobook senior itu dengan yang junior? Yah, aku pasti akan sedih harus berpisah dengannya, tapi ini demi keberlangsungan tugas dan masa depanku.

Setiap hal harus diraih dengan pengorbanan, dan laptop tua ini akan dikorbankan demi cita-citaku. Aku harus kuat menghadapinya.

Aku meraih ponselku dan mulai mencari. Yang jelas, aku tidak mau mendapatkan laptop yang layarnya tidak touch screen. Itu namanya downgrade! Ingat khan tadi aku bilang kalau laptopku itu laptop touch screen pertama punya ASUS.

Jadi aku mulai mencari-cari laptop yang, paling tidak, setara dengan laptopku jika dikonversi ke teknologi sekarang. Lebih bagus tentu lebih baik.

Semoga saja harganya tidak mahal. Maklum, sebagai mahasiswa yang kere, aku harus menghemat setiap lembar uang yang kumiliki. Tapi gapapa ding, bisa nodong ortu kalau kurang.

Astaga, betapa senangnya aku menemukannya! Laptop yang sungguh potensial untuk jadi pengganti laptop lamaku. Dan semakin dilihat, semakin aku merasa ASUS Vivobook Flip TP410 sungguh merupakan pilihan terbaik bagiku saat ini. Dengan semangat aku mulai mencari informasi lebih dalam mengenai laptop ini.

Fitur-fitur yang dimiliki laptop itu menarik perhatianku. Aku memang suka membawa laptop ke kampus, jadi tentu aku ingin laptop yang tipis dan ringan agar tidak kesulitan membawanya.

Berhubung beratnya hanya 1,6 kg, aku tidak akan keberatan dan keberatan saat membawanya di tasku.

Ukuran layarnya lebih besar dari laptop lamaku, 14 inci lho gaes, jadi pasti akan lebih nyaman saat aku memakainya untuk mengerjakan tugasku yang penuh grafik analisis atau mengolah gambar sampul, apalagi untuk sekadar ngetik.

Udah lebar, touch screen pula, pasti nyaman banget lah itu geser-geser grafik atau potongan gambar yang mau diolah.

Apalagi ASUS Vivobook Flip TP410 ini memiliki fitur NanoEdge yang membuat laptop seolah cuma layar doang, meski 14 inci tapi bodynya ringkas banget, gak bongsor.

Lalu yang bikin aku rada terpekik girang, ada sensor finger print-nya yang bikin aman. Tidak akan ada lagi kasus isi laptopku diintip oleh teman-temanku saat aku menitipkannya! Mereka pasti selalu cari bocoran kelanjutan ceritaku di Wattpad. Dasar makhluk-makhluk kepo.

Kelebihan lain ASUS Vivobook Flip TP410 dibandingkan laptop tuaku adalah layarnya bisa dibuka pol sampai mentok. Jadi sudut bukaan layarnya bisa kuatur sesuai dengan keperluanku.

Kalau lagi pengen main game yang gak perlu kontrol keyboard, pasti bakal nyaman dan responsif kalau aku lipat layarnya sampai mentok sehingga laptop ini berubah jadi tablet.

Kalau pengen nonton drakor, apalagi bareng-bareng teman, bagian keyboard bisa dijadikan dudukan supaya layarnya berdiri. Bentuk seperti ini disebut shared viewer.

Gak tega ya kalau keyboardnya jadi dudukan? Ya dibikin seperti bentuk kemah saja atau media stand.

Terus kalau lagi dipakai kerja seperti biasa ya layarnya dibuka seperti laptop biasa itu dong.

Keren khan, aku sampai tidak tahu lagi harus menyebutkan fitur keren apa lagi yang dimiliki laptop ini. Semuanya keren, sih.

Apalagi sudah jelas, laptop ASUS Vivobook Flip TP410 pasti jauh lebih ngebut daripada laptop lamaku karena menggunakan komponen-komponen terkini.

Ah, sekarang aku makin yakin akan mengganti ASUS Vivobook S200 ku dengan ASUS Vivobook Flip TP410 ini. Sudah jelas khan, gak cuma lebih baru tapi juga lebih keren.

Dengan begini, hidupku yang penuh tumpukan tugas dan kejaran tenggat akan jadi lebih indah. Aku yakin itu.

ASUS Laptopku Blogging Competition by uniekkaswarganti.com.

Follow me on social media:

Similar Posts

3 Comments

  1. Wow, saya baru sadar pas lihat hasil karyanya, pantesan foto di Instagram-nya familiar, hihihi
    Btw keren mas review ASUS VivoBook-nya, jadi pengen banget punya nih laptop yang bisa jadi tablet gini.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *