Dilarang Pake Sendal

Sudah jamak rasanya kalau ada pengumuman di sebuah kampus “Dilarang menggunakan sendal dan kaos oblong di area kampus”. Ada juga yang sedikit memberi nuansa humor dengan menuliskan “Mahasiswi dilarang memakai baju adiknya”. (rofl)

Suatu ketika, saya mengajak anak saya yang saat itu masih duduk di TK Besar menjemput mamanya di kampus. Sambil menunggu istri saya keluar, saya dan anak saya ngobrol di dalam mobil. Banyak pohon besar di areal parkir kampus itu, jadi hawanya cukup sejuk sehingga duduk di mobilpun tidak terasa gerah.

Karena saat itu anak saya sudah mulai lancar membaca, maka dengan bersemangat setiap benda yang ada tulisannya dia baca. Termasuk pengumuman dilarang menggunakan sendal itu tadi.

Karena bosan, akhirnya anak saya mengajak untuk masuk. Tapi sebelum masuk dia bilang, “Pa, sendalnya aku copot dulu ya”. Saya agak keheranan, “Kenapa?”

Lalu dia jawab, “aku khan pake sendal, tuh lihat dilarang pake sendal”. Seketika itu juga meledaklah tawa saya. (lmao)

Belum lama ini saya juga dihadapkan pada sebuah dilema. Seorang saudara meminta bantuan saya untuk memasukkan berkas ke kampusnya dulu untuk dilegalisir. Berkas-berkas itu akan digunakan sebagai syarat pendaftaran kuliah S2. Nah, mesti pake sepatu gak nih? Aneh juga rasanya pake sepatu, wong cuma menyerahkan berkas. Tapi ini di area kampus. (doh)

Akhirnya saya memutuskan memakai sepatu. Konyol juga kalau harus ditolak hanya gara-gara pakai sendal.

Saya jadi berpikir, memang dari sisi etika baik menggunakan sepatu dan kemeja untuk hal-hal yang sifatnya resmi. Namun kadang-kadang hal tersebut kebablasan dan kita terlalu mengagung-agungkan penampilan saja. Tentu tidak menjamin bukan kalau kemeja rapi dan sepatu mengkilat, isi otaknya juga sekemilau itu?

Dan parahnya, hampir semua segi/bidang/instansi di negeri ini relatif mengagungkan tampilan luar ketimbang isinya. Kalo ada lowongan pekerjaan, belum-belum sudah disaring indeks prestasinya, misalnya 3.00 atau 2.75. Apakah menjamin seseorang dengan indeks prestasi setinggi itu pasti mumpuni juga skillnya?

Tak heran pula jika ijazah palsu laris manis. Lha segalanya diukur dari ijazah, bukan dari kemampuan riil si pemilik ijazah.

Mestinya ada perubahan radikal dalam sistem pendidikan kita yang tidak semata mengagungkan indeks prestasi, tapi juga skill. Lalu dilanjutkan lagi di dunia kerja, agar tidak “membabi-buta” melakukan filter dengan indeks prestasi, tapi lihat dulu dong skillnya.

Kapan ya kira-kira hal itu bisa terjadi di negeri ini?

FYI, para pekerja di perusahaan sekelas Microsoft dan Google saja boleh berpakaian casual kalo ngantor. Di Microsoft, ruang kerja juga boleh didesain sesuai selera penggunanya.

Follow me on social media:

Similar Posts

35 Comments

  1. Di kantor saya bebas tuh mau ngantor pake sendal atau celana pendek it’s ok. Temen saya programmer malah suka coding sambil sarungan :))

  2. Sebenarnya IP adalah *salah satu* cara untuk early screening. Dan menurut saya gak bisa disalahkan. Karena kalo IP sudah tidak menjamin sebagai *salah satu* tolak ukur kemampuan seseorang, apa gunanya kita ada Universitas dan Lembaga pendidikan yang setara lainnya ? Tapi kalau *hanya* mengandalkan IP saja, saya setuju itu adalah hal yang kurang benar.

    Mengenai dress code, saya pikir tergantung juga, ketika bekerja di bagian/bidang yang menuntut kita untuk rapi (PR, EO, etc) ya kita musti rapi, tapi kalo kerja di dapur (backstage) dan biasanya butuh kreatifitas dan berpikir keras, berpakaian *rapi* yang di dikte justru menjadi halangan (goodluck)

  3. IP merupakan salah satu cara untuk screening pak. Kalau pelamar ada lebih dari 1000, salah satu cara cepat untuk screening ya pakai IP.

    Apakah sudah pasti tepat ? Tentu saja tidak, karena harus dimix dengan syarat lain. Yang menjadi persoalan adalah mindset logical fallacy seolah-olah kalau memberikan syarat tertentu lantas menafikan syarat yang lain.

    Kalau ada cara lain yang lebih mudah dan lebih terjamin hasilnya, bisa saja menggunakan cara lain.

    Soal dress code, berbagai hal memang perlu penyesuaian melihat situasi dan kondisi. Google dan Microsoft bisa saja menggunakan busana casual karena tipikalnya seperti itu, seperti halnya dress code untuk pramugari yang memiliki ciri khas sendiri. Lagi-lagi soal logical fallacy, kalau semua mesti disamakan ya tentu saja kurang tepat. Sesuaikan saja apa yang kita pakai, tidak perlu memaksakan diri dan juga tidak perlu membatasi diri.

    Summary : Tidak ada 1 cara yang tepat sama untuk semua kondisi dan keadaan (headspin)

  4. Itu semua tergantung pemikiran, perkembangan budaya, dan jenderal pemegang panji. Kalau jenderalnya punya pemikiran keluar dari kotak, hal itu bisa dilakukan. Tapi, kalau jenderalnya masih berpikir berdasarkan stigma, ya begitu jadinya….

    Btw, gak semua kampus seperti itu.

  5. iye tuh, paling ga suka liat peraturan di kampus kek gitu.
    padahal di tempat kerja ga semua gt, trgantung dg bidang kerja.
    paling sewot kl berhadapan dg aturan konyol kek gini, tp cuma bisa berontak dg cara sendiri. hanyaaa…kl lg butuh, ya sudah, teraksa nurut 😛

  6. kl menurut saya intinya, orang Indonesia pada umumnya masih belum bisa diajak “bebas”. kl dikasih hati cenderung minta jantung. beda dengan orang2 mikocok microsoft ataupun orang2 luar negeri. yang tingkat kesadaran dan kedisiplinannya sangat jauh berbeda dengan kita.

    kitaaaaa????elo kaleeee…… (lmao)

  7. “Mahasiswi dilarang memakai baju adiknya”, ini yg harusnya diperbolehkan. (ninja)
    Kalo baju bapaknya mungkin yg gak boleh, hahaha… (banana_cool)

  8. wah kang yahya cen top. tulisane mengena.

    begitulah endonesia. jogja belum seberapa lho kang. jakarta lebih parah. disini, orang kusut, berbaju tidak bermerk sulit mendapatkan porsi yang sesuai. lha wong wawancara kerja saja ditanyain: “bisa nyetir? punya kendaraaan sendiri?”

  9. dulu, FH UGM tmsk yg kebal aturan soal sepatu dan kemeja (kecuali dosen2 tertentu). ntah sekarang.
    trus, anak2 yg bandel (saya termasuk ga ya?) biasanya bilang, mahasiswa itu diukur dr otaknya, bukan apa yg dipake di kakinya.
    demikian.

  10. Kalau saya ngajar, saya ndak pernah melarang mahasiswa mau masuk pakai sandal, kaos tanpa kerah, celana pendek, sarungan. Soalnya capek ngurusin yang kayak gituan he he he , apalagi selama ini relatif mahasiswanya tidak separah penampilan saya pas mahasiswa he he he

    Pernah saya jadi pembicara datang ke kampus, dan di kampus itu ada tulisan DILARANG PAKAI KAOS. He he he kami berombongan sebagai pembicara semuanya mengenakan kaos.

  11. Ndak punya sendal, jadi pake sepatu aja.. Mau beliin aku sendal Pak? :))
    Kan aku naek motor tu, kaki juga ga jadi kotor kalo pake sepatu.

  12. salut ama bob sadino yg kemana mana pakai sendal dan celana pendek, photo bareng presidenpun tetap pake sendal dan celana pendek.

  13. Salut ama abangku yang gak tamat SMU, gak bisa bersih dan necis, cuek banget ama penampilan, tapi jago komputer dari membuat program sampai memperbaiki komputer rusak, jadi guru SMP negeri walau hanya Honorer, bisa membawa anak muridnya maju lomba komputer sampe ke event sekelas provinsi,,, cuma sayang kebentur ama Ijazah lagi dia gak bisa diangkat jadi PNS,,
    Mengenai otaknya, boleh diuji sama lulusan informatika, elektronika, IT, listrik, fisika, arsitek dan Biologi,,, cek,,cek,,cek,,
    klu bikin rumah jagonya, dari merancang/arsitekturnya, anggaran biayanya sampe membangun sendiri
    Beberapa kali tinggal kelas gara-gara pelajaran PPKNnya 5 alias merah
    bukan curhat lo,, pak Yahya, cuma orang seperti dia Langka,,,
    mana tahu pak yahya berminat untuk rekrut dia,, (lol) (blush)

  14. wahahaha, anaknya lucu juga pak.. (dance)

    Memang bener kalo kekampus harus memakai sepatu dan baju berkerah (worship).
    hal tersebut dikondisikan agar para mahasiswa itu terlihat rapih dan mempunyai keseragaman dalam berbusana. (idiot)

    Untuk mahasiswinya, dilarang memakai baju adiknya – yg ini g usah dilarang pak, untuk hiburan bagi mahasiswa yg lg stress2’y “sy khan dulu mahasiswa jd ngerti dech urusan beginian” :p. (heartbeat)

    Untuk IP (scenic) itu memang sudah menjadi tiket masuk menuju dunia kerja, klo urusan skill, khan nanti perusahaan yg menilai. (applause)

    Tapi klo anda2 sudah mempunyai pengalaman dan rekomendasi dari perusahaan sebelumnya juga mampu membuktikan skill dan menegosiasikan salary yang didapat utk kedepannya. (banana_rock) jadi santai aja yg pny nilai kecil(kyk gw), klo kalian sungguh2 kemampuan kalian bkn dilihat dari nilai kalian kok, tapi dari performansinya (yahoo)

  15. wuaaahh.. btul sekali… kampus tempat cari ilmu harusnya di hargai.. mosok iya ke kampus mo nuntut ilmu pake sendal jepit, heee…

    setuju juga sama larangan pake ‘baju adiknya’ untuk ke kampus… pengalaman saya, nih.. ceritanya jadi pengawas ujian di salah satu kampus negeri di Bandung… masya allah.. para mahasiswinya ituh loh… bikin konsentrasi pengawasnya amburadul… mo ujian ato mo fashion show…(doh)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *