Internet of Things Untuk Budidaya Udang
Internet of Things atau sering disingkat dengan IoT merupakan istilah yang sering kita dengar akhir-akhir ini. IoT merupakan salah satu terobosan teknologi yang dikembangkan berkat adanya internet. Sebenarnya, IoT sudah relatif lama mulai dikembangkan, hanya memang baru akhir-akhir ini istilah tersebut populer.
IoT adalah suatu objek fisik (things) yang ke dalamnya disematkan sensor, peranti lunak, atau teknologi lainnya supaya objek fisik tersebut dapat terkoneksi dan bertukar data dengan objek yang lain melalui koneksi internet.
Dengan adanya konsep IoT ini, peranti-peranti keras sederhana yang selama ini kita kenal, ambil contoh bola lampu misalnya, bisa didesain sedemikian rupa supaya terkoneksi ke internet dan bisa dikendalikan dari jauh. Lampu tersebut bisa dinyalakan atau dimatikan menggunakan smartphone, atau dinyalakan dan dimatikan secara terjadwal.
Betapa banyaknya potensi pengembangan IoT jika benda sesederhana bola lampu saja bisa dijadikan sebuah IoT. Saat ini saja, diperkirakan ada sekitar 15 milyar IoT yang terkoneksi ke internet dan jumlah tersebut diyakini bakal bertambah menjadi 22 milyar pada tahun 2025 nanti.
Itu baru bicara kuantitas. Soal kualitas, di tangan orang-orang yang kreatif (apalagi sekarang juga sudah ada kecerdasan buatan alias AI), IoT bakal bisa memberikan solusi untuk masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.
Salah satu orang kreatif yang bisa memanfaatkan IoT untuk membangun solusi terhadap suatu masalah adalah Paundra Noorbaskoro.
Paundra Noorbaskoro, Pengembang IoT Sensor Kualitas Air Laut
Paundra Noorbaskoro merupakan salah satu penerima Aspirasi Satu Indonesia Award 2022 pada kategori teknologi. Berkat kreativitasnya, Paundra Noorbaskoro berhasil mengembangkan IoT untuk mengontrol kondisi kolam dan kualitas air yang bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan keberhasilan budidaya udang vaname.
Udang vaname adalah jenis udang berkaki putih yang banyak digemari di Indonesia, salah satunya berkat kandungan nutrisinya yang sehat, dagingnya empuk dan gurih pula.
Di kalangan peternak dan pengusaha makanan laut, udang vaname ini disukai karena memiliki masa ternak hingga siap panen yang relatif singkat (sekitar 100 hari saja) dan tingkat keberlangsungan hidup yang tinggi.
Di sinilah muncul ironi yang ditangkap oleh Paundra Noorbaskoro. Meskipun banyak teori menyatakan budidaya udang vaname relatif mudah dan tingkat keberhasilannya tinggi, faktanya di Pacitan sering terjadi gagal panen udang vaname tersebut.
Sebagai imbas dari gagal panen ini, beberapa nelayan di Pacitan terpaksa gulung tikar karena tak mampu lagi membiayai tambaknya. Paundra tergerak hatinya dan mencoba menelaah apa yang menjadi penyebab gagal panen tersebut.
Paundra terjun langsung untuk bisa mengungkap permasalahan gagal panen, dengan mencoba sendiri melakukan budidaya udang vaname pada sebuah kolam bundar berukuran 3 meter yang didirikan pada lahan milik keluarganya. Usaha ini mulai dilakukannya pada tahun 2018.
Selama 3 tahun, Paundra mengalami sendiri pahitnya gagal panen seperti yang dirasakan banyak nelayan di Pacitan, kota tempat dia dibesarkan.
Namun meskipun gagal panen pada tiga tahun pertama percobaannya, Paundra berhasil pada sisi yang lain, yaitu berhasil menemukan penyebab utama gagal panen tersebut. Menurut Paundra, salah satu hal yang cukup vital untuk menjamin keberhasilan panen budidaya udang vaname adalah konsistensi kualitas air laut tempat udang vaname diternakkan.
4 Parameter Kualitas Air Laut
Setidaknya ada 4 parameter yang perlu diperhatikan agar kualitas air laut terjaga konsisten, yaitu salinitas, oksigen terlarut (DO atau dissolved oxygen), suhu, dan pH.
Pada tahun 2021, Paundra mengembangkan IoT dengan teknologi sensor monitoring kualitas air laut 4 in 1. Sensor ini akan mengirimkan data ke PC sehingga bisa diketahui perubahan kualitas air laut secara real time.
Jika berdasarkan data yang terkirim ke PC, terjadi perubahan kualitas air laut sehingga berada di luar rentang kualitas air yang disukai oleh udang vaname, maka Paundra akan menambahkan serbuk dengan formula khusus hasil racikannya ke dalam air laut tersebut hingga kualitasnya akan kembali masuk ke dalam rentang yang sehat bagi udang vaname.
Penelitian yang dilakukan oleh Paundra Noorbaskoro ini tentu saja bukan merupakan sebuah trial and error karena dia mengenyam pendidikan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya. Gelar sarjana yang disabetnya pada tahun 2018 merupakan bekal kuat dalam melakukan penelitian untuk menciptakan IoT budidaya udang vaname tersebut.
Ternyata, Paundra tak hanya mengembangkan IoT untuk membantu keberhasilan panen udang vaname, tetapi juga soal pengendalian limbahnya.
Untuk mengendalikan limbah tambak udang tersebut, dia membangun system smart farm village dengan IPAL atau instalasi pengolahan air limbah di Kabupaten Pacitan dan Trenggalek.
Penerima Astra SATU Indonesia Awards
Berkat kerja kerasnya, Paundra berhasil menggondol penghargaan dari Astra SATU Indonesia pada tahun 2022 lalu untuk kategori Teknologi.
Pada sambutannya saat menerima penghargaan tersebut, Paundra mengatakan, “penghargaan ini menjadi oase atau penyemangat saya dan temen-temen untuk bisa konsisten, istiqomah untuk di bidang ini, sehingga bisa memberikan kemajuan yang bagus untuk industri ini dan lingkungan sekitar saya.”
Paundra yang sejak SMA memang suka berinteraksi dengan masyarakat lokal Pacitan, khususnya para nelayan, akhirnya kini bisa memberi manfaat jauh lebih besar lagi berkat IoT yang dikembangkannya, karena kini tingkat keberhasilan panen udang vaname di Pacitan sangat tinggi.
Paundra sendiri kini mengoperasikan 20 kolam budidaya udang vaname dengan luas total 10 ribu meter persegi.
Follow me on social media: