Red Hat Developer Advocacy Program

Saya ini sering bingung jika diminta mengisi formulir pendaftaraan saat hendak berlangganan sebuah layanan atau mengikuti sebuah event, saat hendak mengisi kolom pekerjaan.

Mau diisi dengan blogger atau penulis, kok sepertinya kurang bisa diterima. Mau menulis youtuber, malu ah, kontennya belum dahsyat. Jadinya saya lebih sering mengisi kolom pekerjaan dengan profesi lama saya, yaitu programmer.

Ya, dulu saya memang sempat jadi programmer. Hanya memang saya tidak bekerja di perusahaan tertentu, cukup freelance aja. Klien saya juga cuma orang-orang yang berada pada lingkar pertemanan dekat saja. Skalanya juga kecil, pada kebanyakan kasus hanya single computer saja.

Kebahagiaan seorang programmer adalah bila melihat program buatannya dapat berjalan mulus tanpa masalah. Ya karena buatan manusia tidak ada yang sempurna, sesekali ada masalah boleh lah, sepanjang frekuensinya jarang dan tidak sampai mengganggu operasional pengguna programnya.

Malahan ada program buatan saya yang digunakan hingga 20 tahun, sebelum penggunanya akhirnya menyerah dengan perkembangan perangkat keras dan kemudian menggantinya dengan program yang lebih modern.

Masalah Kompatibilitas Dan Deploy Aplikasi

Sebagai seorang programmer, saya tahu betul susahnya membangun aplikasi, khususnya saat hendak dipasang di tempat klien (deploy).

Spesifikasi komputer yang berbeda antara komputer tempat saya membangun aplikasi dengan komputer klien biasanya menjadi penghalang utama. Bahkan terkadang sistem operasinya juga beda. Inilah yang merupakan kendala kompatibilitas.

Saat saya masih aktif membuat program, sistem operasi yang saya gunakan adalah Windows 98 dan kemudian Windows XP. Pada saat itu, masih banyak pengguna komputer yang bertahan dengan Windows 95. Tentu saja ini menyusahkan.

Program buatan saya bisa jalan dengan mudah di komputer saya, tapi mungkin mengalami kesulitan jika harus dijalankan di komputer klien yang barangkali sistem operasinya lebih tua. Mesti dilakukan tweak di sana-sini.

Bisa dibayangkan jika skala deploy-nya lebih besar, sedangkan untuk single computer saja seringkali harus mengerahkan berbagai tip dan trik.

Masih untung tidak ada klien saya yang ngotot pakai Linux, hehe. Maklum, saat itu Linux bisa dibilang masih belum dikenal sama sekali di Indonesia.

Saya ini malah bisa dibilang salah satu pengguna awal Linux di Indonesia. Saat itu, saya sempat menggunakan Red Hat Linux versi 5.

Tentu saya menggunakan Red Hat Linux tersebut dengan model dual boot dengan Windows karena pada saat itu Red Hat Linux masih jauh dari praktis untuk digunakan sehari-hari. Mau membaca disket saja mesti melakukan perintah mount yang njelimet.

Red Hat Kini Menjelma Menjadi Enterprise

Fast forward ke sekian tahun berikutnya, ternyata Red Hat menjelma menjadi sebuah perusahaan IT besar, bahkan enterprise, yang tidak hanya menyediakan Linux doang.

Layanan yang disediakan oleh Red Hat di antaranya berhubungan dengan dunia pemrograman seperti yang saya ceritakan tadi.

Berhubung skalanya enterprise, perusahaan yang dilayani tentunya juga memiliki skala enterprise. Dari banyak kliennya, Red Hat melihat bahwa trend developing aplikasi sekarang ini adalah butuh iteration dan deployment yang lebih cepat.

Aplikasi mesti dibangun lebih cepat dan diupdate secara berkala, dengan jarak antar update juga pendek. Proses deployment juga kudu dilakukan secara otomatis, mengurangi sentuhan manusia sesedikit mungkin, supaya bisa lebih cepat dilakukan.

Itu semua dilakukan demi menjadi yang terdepan dalam kompetisi sesama pengembang program.

Bicara masalah deployment, jika skala perorangan saja (seperti saya ceritakan tadi) bakal mengalami masalah, apalagi jika bicara skala enterprise.

Belum lagi, sekarang ini secara arsitektur ada perubahan yang sangat signifikan dibandingkan dengan saat saya aktif membuat program dulu. Dulu program dibuat dengan model monolithic, tetapi sekarang modelnya micro services, jadi satu program terbagi menjadi banyak modul servis terpisah.

Dengan berbagai tantangan pemrograman ini, maka Red Hat hadir memberikan layanan dan solusinya.

Layanan Red Hat

Untuk mengantisipasi masalah deployment dan kompatibilitas, diperlukan sebuah platform yang disebut dengan container. Dengan berjalan di atas sebuah container, tidak akan muncul masalah perbedaan versi sistem operasi yang digunakan.

Pada skala enterprise, container yang dibutuhkan kemungkinan juga banyak. Nah, salah satu layanan yang diberikan oleh Red Hat adalah manajemen container ini.

Salah satu basis manajemen container yang populer adalah Kubernetes dan Red Hat memiliki layanan berbasis Kubernetes yang dinamai dengan OpenShift Container Platform.

Jika diandaikan Kubernetes adalah Linux yang memiliki berbagai macam distribusi, maka OpenShift merupakan salah satu distro dari Kubernetes.

Red Hat Developer Advocacy
Bagan Layanan OpenShift

Kubernetes ini merupakan suatu solusi yang mulai banyak digunakan pada skala enterprise. Hanya saja, agak mirip dengan analogi Linux dan distronya, Kubernetes ini fiturnya standar banget, sementara OpenShift yang dimiliki oleh Red Hat telah dilengkapi dengan berbagai fitur yang sangat mendukung pengembangan sebuah aplikasi.

Salah satu fitur yang dimiliki oleh OpenShift adalah source to image, sebuah tools yang bisa mengkonversi source code program (ambil contoh source code PHP) menjadi sebuah image, sehingga dengan mudah bisa dideploy di atas OpenShift.

OpenShift juga memiliki sebuah framework bernama Quarkus yang memungkinkan developer untuk menjalankan Java secara native pada Kubernetes. Tak perlu buang waktu untuk belajar lagi karena bahasa pemrograman yang digunakan ya tetap sama, dalam contoh ini adalah Java.

Masih ada banyak lagi fitur yang disediakan oleh OpenShift, misalnya service mesh yang memungkinkan developer untuk melakukan tracing apabila ditemukan masalah pada program yang mereka kembangkan atau memberikan update secara roll out terhadap aplikasi yang dikembangkan.

Nyaris semua fitur yang tersedia pada OpenShift dijalankan menggunakan GUI atau antarmuka grafis yang mudah dioperasikan dan enak dipandang.

KubeNativeDev Tech Talk Series

Jika kamu adalah seorang developer aplikasi dan tertarik untuk mengetahui lebih lanjut tentang OpenShift, Red Hat mengadakan sebuah kegiatan berjudul Red Hat Developer Advocacy Program sebagai sarana bagi para developer untuk mempelajari teknologi pengembangan terbaru.

Di dalam program tersebut Red Hat juga mengadakan seri webinar yaitu KubeNativeDev Tech Talk Series bagi para pengembang software professional yang ingin mendengar langsung dari para developer di Red Hat.

Ada empat tema utama yang diangkat pada KubeNativeDev Tech Talk Series ini, yaitu:

  • Best practices for developing Kubernetes-native applications. Webinar ini berisi tentang pengenalan terhadap Kubernetes serta praktek terbaik untuk mengembangkan aplikasi pada platform Kubernetes.
  • Kubernetes Native Java for Spring Developer. Webinar ini membahas tentang cara transformasi pengembangan aplikasi dari Spring ke native Kubernetes.
  • Enhance your microservices applications on Kubernetes with Event Driven Architecture. Webinar ini membahas bagaimana melakukan transformasi dari aplikasi bersifat monolithic menjadi gabungan dari microservices dan membuatnya tetap reliable dan scalable.
  • Secured Kubernetes Native Applications by OpenID with Keycloak. Webinar ini menjelaskan pentingnya keamanan aplikasi dan bagaimana menerapkannya secara native pada Kubernetes.
Red Hat Developer Advocacy
Bagan Webinar KubeNativeDev Tach Talk Series

Jika kamu berminat untuk mengikuti seri webinar ini, silakan langsung mengunjungi halaman KubeNativeDev Tech Talk Series di situs resmi Red Hat.

Untuk webinar series ini, tidak hanya mereka yang tergabung ke dalam perusahaan skala enterprise saja yang bisa mengikuti. Pengembang skala UMKM atau bahkan perorangan pun dipersilakan untuk mengikutinya.

Sedangkan jika kamu penasaran dan ingin mencoba berbagai teknologi di balik Red Hat OpenShift seperti Kubernetes atau Quarkus, silakan mencoba sandbox yang disediakan oleh Red Hat secara gratis.

Follow me on social media:

Similar Posts

4 Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *