Relatif atau Absolut?

Saat melihat berita di TV atau membaca media cetak dan elektronik yang menyuguhkan berita seputar banjir, seringkali ketinggian air disebutkan atau dituliskan dalam bentuk relatif, misalnya “ketinggian air telah mencapai lutut orang dewasa”.

Masalahnya, seberapakah tinggi orang dewasa itu? 150 cm? 160 cm? Atau bahkan 180 cm?

Karena sifatnya memberikan informasi kepada pemirsa/pembaca agar mereka bisa membayangkan atau memperkirakan ketinggian air, penulisan dengan model relatif seperti itu tentu tidak salah dan tidak “berbahaya”. Pemirsa/pembaca yang dewasa umumnya akan membandingkan dengan ukuran tubuhnya sendiri.

Padahal sebenarnya, kalau dituliskan secara absolut, misalnya ketinggian air telah mencapai 40 cm, saya kira pemirsa/pembaca juga bisalah membayangkan kalau ketinggian segitu itu kira-kira sama dengan tinggi lututnya.

Sekarang saya ingin mendiskusikan tentang penulisan dosis atau takaran. Mana yang lebih tepat, relatif atau absolut?

Hari ini saya minum obat batuk yang dosisnya 1-2 sendok makan, 3 kali sehari. Nah, saya mau tanya pada Anda, sendok makan itu yang mana?

Kebanyakan dari Anda kemungkinan besar akan menjawab bahwa sendok makan itu adalah sendok yang biasa ada di rumah tangga atau warung-warung dan digunakan untuk makan. Termasuk saya.

Faktanya, sendok yang biasa kita gunakan untuk makan itu hanya cukup menampung 5 ml cairan. Dan itu aselinya setara 1 sendok teh!

Lalu seberapakah 1 sendok makan itu? Ternyata 1 sendok makan itu konversinya adalah 15 ml. Betapa jauh bedanya, mencapai 3 kali lipat. Lha kalau kita dengan PD nya minum obat dengan menggunakan sendok yang biasa kita pakai untuk makan itu, kapan sembuhnya?

Yach, tulisan ini mungkin memang tidak cukup bergaung hingga ke "telinga" para produsen obat. Namun setidaknya saya hendak menyuarakan bahwa akan jauh lebih baik menuliskan dosis obat dengan ukuran yang absolut, menggunakan satuan ml (mililiter) ketimbang menggunakan ukuran sendok. Bila perlu di dalam kemasan disediakan pula sendok takarnya.

Follow me on social media:

Similar Posts

10 Comments

  1. mungkin waktu wawancara dengan korban banjir, korban mengatakan klo banjir setinggi lutut..jadinya disampaikan berita, seperti itu juga deh..
    kayaknya, sekarang sudah disediakan sendok takar dari apotik2 deh…

  2. Lha, lebih mudah membayangkan “lutut orang dewasa” atau “57cm” mas (jika memang ingin precise)?

    Dalam jurnalististik perumpamaan seperti ini memang dimaksudkan agar orang mudah mengaitkan ukuran, jumlah, dll. Tidak akan akurat tapi masih masuk dalam kisaran.

  3. Satu contoh lagi:

    “Ukuran ruangan itu 100×75 meter”, atau “sekitar seukuran lapangan sepak bola.”

    Mana yang lebih mudah dibayangkan? Tentu pembaca tidak akan bertanya, ukuran sepak bola di mana? Di kampung saya cuma 50 kali 20 meter 😉

  4. Keponakan saya, setelah melihat berita banjir lantas menyuruh saya berdiri, saya pikir ada apa.

    Ternyata dia hanya mau mengukur tinggi badannya dengan pinggang saya. komentarnya “duh, aku tenggelam”, karna ternyata pinggang saya sudah selehernya.

  5. menurut ibuku yang kerja di rumah sakit, takaran sendok makan digunakan karena masyarakat jarang menggunakan nama2 sendok. padahal sendok sendiri macam2 bentuknya
    ada sendok sup, sendok sayuran, sendok nasi, sendok teh, dan sendok makan, dll

  6. *bergegas melihat sendok*

    eerrrr bingung menentukan, dari dulu aku pikir sendok teh adalah sendok kecil yg biasa aku gunakan untuk kopi

  7. Tapi Mas, banyak juga lho masyarakat awam yang nda tahu 15 ml itu menakarnya pakai apa

  8. namanya mungkin perlu diganti dari “sendok makan” menjadi “sendok minum” 😀

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *