|

Eee PC Windows Lebih Laris Daripada Linux (?)

Sebuah berita di Detik menyatakan bahwa Eee PC yang dibundel sistem operasi Windows jauh lebih laris daripada jika dibundel dengan sistem operasi Linux. Saya sedikit terkecoh dengan judul berita tersebut karena saya mengira hal tersebut sudah betul-betul terjadi. Ternyata itu baru prediksi.

Well, saya kira prediksi tersebut pastilah tidak akan meleset jauh. Nampaknya dominasi Windows masih amat sangat sulit digoyang oleh Linux. Padahal harga Eee PC Windows hampir dua kali lipat harga Eee PC Linux. Fenomena yang unik, bukan? Di mana-mana, kalau ada dua barang dengan kualitas setara, orang pasti pilih yang murah. Lha ini malah terbalik.

Linux … oh … Linux, betapa malangnya nasibmu. Hal apa lagi yang mau kau unggulkan?

Murah? Orang Endonesa Indonesia punya filosofi makin mahal harga suatu barang, makin bagus kualitasnya. Jadi kalau murah yang mau diunggulkan, malah akan timbul kesan murahan. Lebih parah lagi Linux dikampanyekan sebagai gratis.

Tahan virus? Beberapa waktu yang lalu ada tiga orang teman saya sekaligus yang komputernya hancur-hancuran dihantam virus dan sebagian besar data penting mereka tidak dapat lagi diselamatkan. Ketika saya menawarkan Linux sebagai sebuah solusi, hasilnya nol besar. Mereka lebih memilih menulis ulang data-data mereka yang hilang daripada harus belajar Linux. Walaupun itu cuma tiga orang, tapi saya yakin cukup mewakili sebagian besar pengguna komputer di Indonesia.

Pake Windows bajakan itu dosa? Nyatanya tidak banyak orang yang merasa berdosa waktu menggunakan Windows bajakan. Mereka merasa sudah membeli komputer, ya wajar tho kalau secara otomatis ada sistem operasinya. Atau mungkin merasa “membeli” CD nya (walaupun beli di Mangga Dua).

Apa lagi? …

Justru Linux sangat mudah dihantam oleh Windows pada hal-hal berikut ini:

  1. Ketersediaan driver. Hayooo pengguna Linux, jujur saja, siapa yang tidak pilih-pilih (atau pikir-pikir) saat mau membeli printer baru?
  2. Game yang menarik untuk anak-anak. Tentang ini sudah pernah saya singgung sebelumnya.
  3. Kemudahan instalasi software. Kalau saja dependency hell bisa dihilangkan dan instalasi bisa dilakukan secara offline tanpa harus menggunakan repository

Rasanya ketiga unek-unek tersebut sudah lama ada di dunia Linux, tapi kok ya nyatanya masih begitu-begitu saja. Apa memang tidak sanggup untuk berkompetisi dengan Windows? Entahlah …

Follow me on social media:

Similar Posts

22 Comments

  1. #1, yup, saya selalu tanya dulu kepada yang jual, ada gak driver untuk Linux? Tapi sayangnya jawabannya selalu tidak. Saya sih sekarang cukup puas dengan Canon, yang menyediakan driver2nya untuk Linux sehingga dengan CUPS sudah bisa teratasi πŸ˜€

    #3 ini terkait dengan model pemrograman yang dipakai di kalangan Open Source pak. Kalo di closed source biasanya aplikasi akan membundel semua library yang dibutuhkan kedalam paketnya, sehingga ukurannya jadi besar dan redundansi library yang dipake. Sedangkan di open source, diusahakan menggunakan shared library, yang berujung pada dependency hell tadi, tapi ukuran file jadi lebih kecil dan lebih praktis, karena gak perlu redundansi library pada sistem

  2. linux ok banget, nginstal os nya kayaknya lebih mudah dari win xp, tapi yaitu tadi kalau nginstall program2 suse banget/ribet #1 s/d #3 betul banget tuh

  3. udaaaaaah, ikutan pakar IT Roy Suryo aja… gratis = tidak bonafit

    emang gratis…kalo pusing ya pusing sendiri.
    pake MS mah bajakan gratis, banyak yg pake bisa nanya temen atau milis milis komputer gratis.
    nanya di milis Linux, paling cuman disuruh baca buku…pusiiiiiiiiign deh. mana Inggris kagak ngarti. yuang pake linux orang orangnya pada sok sok

  4. #1 – driver printer? turboprint.de, gratis s/d resolusi 300 dpi

    #2 – games – anak-anak saya sering rebutan bermain di komputer linux di rumah. Edubuntu banyak game edukasinya.

    Lalu juga ada terlalu banyak pilihan di games.co.id πŸ™‚

    #3 – susah install software dimana ? aptitude install whatever πŸ™‚

    repository susah ? tinggal pesan DVD-nya ke kawan-kawan di komunitas ubuntu Indonesia.

    Jadi ingat sebuah cerita menarik — kemarin ini ada client saya yang minta migrasi ke Linux karena pusing mengurusi lisensi software. Lumayan surprise, walaupun alasan kantor saya yang dulu (birmingham.gov.uk) juga sama, tapi tidak menyangka akhirnya menemukan yang serupa di Indonesia.

    Ketika jumlah komputer yang musti di manage sudah banyak, maka jadi diperlukan mekanisme manajemen lisensi. Dan ini **tidak mudah**. Sampai ada vendor yang menjual software khusus untuk membantu masalah ini πŸ™‚

    Daripada dia pusing soal tersebut & lalu setiap tahun juga musti berjuang menggolkan budget untuk renewal lisensi dari berbagai software yang ada, dia ingin pakai linux & open source saja dan bebas dari masalah tersebut.

    Jadi dia migrasi ke Linux bukan karena tidak mampu membayar Windows. Tapi karena dia ingin bebas dari masalah, yang sebetulnya tidak perlu ada.

  5. Barusan baca berita ybs di detikinet.com, wah saya kira 2 juta laptop Linux versus 3 juta laptop Windows itu sudah jauh lebih bagus daripada sebelumnya (baca: 100% laptop Windows πŸ™‚ )

    Selamat datang Linux di Indonesia.

  6. #5
    Printer itu khan cuma contoh saja. Bagaimana dengan modem? Notebook saya sampai sekarang gak bisa dipake modemnya karena tidak ada driver yang cocok di Linux. Untung sih ada wirelessnya πŸ™‚
    Soal DVD repo, distro Linux khan bukan cuma Ubuntu. Kalaupun toh pake Ubuntu, bagaimana dengan instalasi software yang tidak ada di repo Ubuntu?

  7. Kalau kita hanya ‘menggerutu’ susah ya tentu susah… :-).

    Sumpah, saya juga susah sekali pakai OpenSUSE. Sudah jelas namanya SUSE πŸ™‚

    Kalau sekarang saya disuruh pakai Linux, wah, sorry deh. Linux bukan buat orang seperti saya yang ingin mudah, meski saya bisa juga install Linux yang sudah tersedia drivernya tanpa perlu CD tambahan.

    Ah Linux lagi… Linux lagi…

  8. @Yahya Kurniawan – oh sudah pakai Linux juga tho. Selamat kalau begitu πŸ™‚

    Pada intinya, kurang (tidak) adil kalau kita menyalahkan Linux untuk ketiadaan driver. Karena driver itu adalah tugasnya vendor untuk menyediakan.

    Kembali ke topik, masalahnya tetap ada, yaitu driver. Nah, kata kuncinya adalah kompromi.
    Kalau kita bersedia kompromi, maka solusinya akan bisa didapatkan (dan tidak buntu terus)

    Contoh, masalah modem memang momok sejak dulu.
    Sejarahnya, dulu semua fungsi modem ada di hardware. Tapi sejalan waktu, vendor modem berusaha menghemat ongkos produksi dan memindahkan fungsi modem ke software / driver (softmodem).
    Sialnya, mereka tidak mau membuatkan drivernya untuk Linux.

    Solusi :

    1. Pakai real / hardware modem

    2. Beli driver softmodem : ada yang membuatkan lengkap untuk linux, tapi ini tidak gratis

    3. Workaround : dengan XL GPRS/3G, maka modem jadi tidak saya butuhkan lagi. Saya bisa konek dimana saja / kapan saja dari HP saya via bluetooth.
    Atau bisa menggunakan berbagai modem HSDPA yang sudah banyak tersedia saat ini. Speednya pun jadi naik drastis.

    Ada hikmahnya juga soal driver ini di Linux, karena saya jadi cenderung membeli hardware yang baru; bukan yang terbaru.
    Yang cenderung sudah muncul drivernya untuk Linux.

    Kelebihan membeli hardware baru (bukan yang terbaru) :

    1. Harga kadang bisa jauh lebih murah πŸ™‚
    (“karena pakai linux, saya jadi menghemat biaya pembelian hardware !”, dst)

    2. Sudah proven : saya bisa cari di google soal hardware tersebut, dan bisa menemukan apakah hardware tersebut bagus / layak saya beli / tidak

    3. Biasanya sudah ada solusi driver Linux nya

    Di seminar kemarin di JHCC saya juga sampaikan kepada audiens mengenai pentingnya kesediaan berkompromi ini untuk mensukseskan proyek migrasi dari windows ke linux.

    Proyek migrasi dalam skala besar dengan target 100% pindah ke linux bisa dipastikan akan gagal πŸ™‚
    Karena saat ini adalah masa transisi. Jadi target tersebut tidak realistis.
    Selalu sediakan kemungkinan untuk berkompromi pada kasus-kasus tertentu (exception)

    Demikian, moga bermanfaat.

  9. Oops kelupaan :

    Soal DVD repo, distro Linux khan bukan cuma Ubuntu.

    Sabda RMS : “Kembalilah ke jalan yang benar”, yaitu jalannya distro Debian dan berbagai turunannya. πŸ˜€

    Joking aside – kebutuhan akan fasilitas software/package management kini sudah disadari oleh distro-distro lainnya.
    Kini berbagai distro besar lainnya juga sudah menyediakan fasilitas ini; seperti yum di fedora/redhat/centos.

    Kalaupun toh pake Ubuntu, bagaimana dengan instalasi software yang tidak ada di repo Ubuntu?

    Hm… sejauh ini saya belum menemukan kebutuhan tersebut.

    Agak susah juga untuk tidak menemukan aplikasi yang saya perlukan dari 23000+ pilihan yang ada (di repository gutsy / ubuntu 7.10)

    Bahkan laptop Mac saya saja bisa semuanya adalah aplikasi open-source πŸ˜€
    Saya sempat beli beberapa aplikasi komersial untuk Mac beberapa waktu yang lalu, namun akhirnya saya kembali ke aplikasi yang open-sourcenya. He he… baru ngeh juga pas menulis komentar ini.

  10. #9
    Saya sudah pake Linux sejak 1998 lho pak. Waktu itu masih jamannya RedHat 5.
    Tapi 10 tahun saya berusaha memperkenalkan Linux di lingkungan sekitar saya, lebih banyak gagalnya daripada suksesnya. Dan faktor kegagalannya itu-itu terus, masih seputar driver dan instalasi software. Masa 10 tahun gak ada peningkatan yang signifikan.
    Makanya saya suka mengompori Linuxer dengan tulisan2 yang bikin “panas” di blog saya, justru harapan saya supaya Linux makin maju.

  11. Memang masalah klasik ya pak, dari dulu itu-itu melulu πŸ™‚

    Mungkin, pendekatannya yang kita coba ubah.

    Kalau Linux disuruh seperti Windows, ya susah. Wong memang beda, he he. Seperti juga kebalikannya, Windows disuruh seperti Linux pasti juga tidak bisa (banget).

    Jadi sekarang ini saya coba pendekatannya persuasif.
    Bukan hanya teknis.

    Contoh; kemarin ada yang komplain bahwa warnetnya susah setelah pindah ke Linux.
    Saya bilang, solusinya gampang. Cari staf warnet yang lebih jago soal customer service – bukan teknis. Yang bisa meng-adem-kan customer yang sedang berbusa-busa karena sedang menghadapi makhluk baru (linux) yang berbeda.
    Kalau customer (awam) dilayani secara teknis, makin berbusa-busa dia jadinya πŸ˜€

    Solusi ini cukup manjur di berbagai warnet.

    Jadi masalah utama konversi Linux itu justru kendala psikologis.
    Kalau cuma kendala teknis itu masih bisa dicarikan solusi atau komprominya.

    Moga bermanfaat.

  12. bener juga, pak
    di kantor kami, saya jadi orang aneh. mau-maunya pake linux.
    temen saya bilang,”caktopan ini maunya yang susah-susah. mau puter MP3 aja curhatnya seluruh dunia. mo konek internet, mau-maunya nungguin balasan dari expert sampe 2 minggu. pake windows kan uenak cak. tinggal tancap langsung bablas”.

    hehehe…bener juga pak.
    hasilnya ga ada satu pun teman saya yang mau pindah ke linux….

  13. Topiknya Eee PC, tapi napa jadi ngobrolin Linux terus …?
    Balik ke topik bentar ya …. n’ numpang promosi dikit πŸ™‚

    Buat rekan yg lagi nyari Eee PC, bisa beli dari blog http://3dpc.blogspot.com/. Mau yang pink, lush green, pearl, black, atau sky blue … semuanya ada koq.

  14. #1. Yg produksi hardware dapat duitnya, yg pakai Linux kebagian pusingnya … nasib .. nasib πŸ™‚

    #2. Idem mas Sufehmi … Game anak2 no problem lah … Namanya anak2 masak gak bisa kita ‘kibulin’ ? Lagi pula game education di Linux sudah cukup koq buat anak2 … hanya sayang softwarenya belum ada yg bisa ngomong pake bhs Indonesia. Ayo, siapa yg mau mulai bikin proyeknya …?

    Game online sebetulnya juga ada banyak, mulai dari yg sederhana, 2D, Flash sampai 3D ada semua. Jadi yg masalah bukan Linuxnya, tapi warnet dan penggunanya yg pada jual mahal ga mau pake.

    #3. Idem mas Sufehmi … sejak ada DVD Repository, yg namanya nginstal software bukan masalah berat lagi. PCLinuxOS juga sudah punya repository 4 DVD … mau pesan gak mas Fehmi … ha ha ha πŸ™‚

    @ Sufehmi :
    >Sabda RMS : β€œKembalilah ke jalan yang benar”, yaitu jalannya distro Debian dan berbagai turunannya. πŸ˜€

    Petuah eyang Torvalds : “Pakailah distro dengan baju KDE”, maksudnya janganlah menggunakan distro Debian dan turunannya (?)

    Ha … ha … ha … Dari leluhurnya aja sudah ‘perang’, makanya jadi ada istilah perang distro segala.

    Dasar Linux … memang BEDA πŸ™‚

  15. @ Yahya ‘si tukang bikin kompor Linux’
    Dah cape ya ngomporin pemakai Windows … sampai kompornya ‘mbleduk’ semua tetap ga banyak hasilnya πŸ™‚

    Ganti tuch bahan bakarnya, pakai air saja … minyak tanah sudah mulai mahal. Tapi sekalipun mahal minyak tanah tetap banyak peminatnya … seperti Windows !!!

    Windows lagi … Windows lagi πŸ™

    @Yahya
    Bill Gates dah mau dateng … jangan lupa bikin kata sambutan di blog ya. Kalau bisa dikomporin sekalian supaya Bill Gates mau pakai Linux … otomatis nanti pemakai Windows pasti juga akan ikut2an pakai Linux πŸ™‚

    Pantesan aja dah 10 tahun bikin kompor gak sukses. Orang yg dikomporin selama ini cuman ekornya … nich sekarang kepalanya sendiri yg mau keluar … sikat abis bos πŸ™‚

  16. Daripada pake windows knapa ga pake Mac Os aja??? Uda sama2 bayar, lebih “orisinil lagi”

    :p

  17. om-om saya ini bukan orang TI/Komputer/Linux, tapi buat saya linux itu mudah…. saya cuman orang farmasi loh…
    cuma heran aja sama kebanyakan orang TI/Komputer umumnya… yang punya kemampuan bejibun dibidang komputer kok gak sedikit yang mengatakan linux itu susah ya…

    Saya, Adik Saya yang baru 5 Tahun, sodara saya yang masih kelas 5 SD…. gak merasakan sulitnya linux tuh….

  18. Kenapa harus diperdebatkan?
    Kalo kita bisa pake keduanya khan bisa lebih bagus.
    Pak Yahya gak usah bilang harga mahal gak masalah, Coba Bapak cermati tulisan bapak tentang MLM (harga mahal belum tentu kualitasnya bagus khan?)

  19. Sebagai perbandingan memakai Linux dan Windows, jika saya membuka PC Linux ketika ada masalah saya merasa tertantang untuk mengatasinya ( Hal tsb tdk saya temui di Windows ), satu hal yang paling penting mengapa saya berpaling ke Linux secara total ( walaupun Laptop saya ada lisensi Windows Original ) adalah masalah virus. Di Windows saya agak khawatir dengan Flashdisk dan media lainnya tetapi di Linux tidak merasa kekhawatiran spt ini ( sampai saat ini ).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *