Review Film Tintin
Peringatan: tulisan ini mengandung spoiler!
Sangat mustahil mengharapkan sebuah film yang diangkat dari buku/komik/novel akan memiliki jalan cerita yang persis plek dengan sumbernya. Malah tak jarang jalan ceritanya bisa melenceng sangat jauh.
Film The Adventure of Tintin pun demikian. Walau berbasis pada komik Rahasia Kapal Unicorn (The Secret of the Unicorn) dan Harta Karun Rackham Merah (Red Rackham’s Treasure), namun hanya inti cerita saja yang bisa dibilang sama. Banyak detil yang meleset jauh dari komiknya. Bahkan sebagian jalan cerita mengadopsi komik Kepiting Bercapit Emas (The Crab with the Golden Claws).
Tapi tak apalah, yang penting tidak “merusak impian” penggemarnya dengan menghadirkan tokoh utama yang seharusnya baik menjadi jahat seperti Jim di film Mission Impossible atau Scrappy Doo di film Scooby Doo. OK, memang tokoh Sakharine yang di komik adalah orang baik dijadikan jahat di film tetapi Shakarine bukanlah tokoh utama yang memiliki “ikatan bathin” dengan fans Tintin.
Wajah karakter Tintin juga bisa dibilang tidak mirip dengan komiknya. Padahal karakter lain seperti Kapten Haddock, Thompson & Thomson, Aristides Silk, Bianca Castafiore, dan lain-lain boleh dibilang cukup dekat dengan komiknya. Untunglah dari baju dan gesture-nya, tokoh Tintin di komik berhasil “dihidupkan” di film ini.
Kekuatan film ini jelas ada pada efek visualnya. Menonton para tokoh beraksi kadang membuat kita lupa kalau itu hanya sebuah animasi saja, bukan orang sungguhan. Tapi buat saya, bukan cuma efek visual yang jadi keunggulan film ini. Jalan ceritanyapun buat saya cukup kuat.
Beberapa perubahan yang membuat cerita di film berbeda dengan komiknya sebenarnya membawa ceritanya sedikit lebih “masuk akal”. Misalnya soal harta karun yang ditemukan di gudang Marlinspike. Lebih wajar memang jika yang ditemukan di sana cuma beberapa keping uang “receh” dan peta untuk menuju ke harta karun yang tenggelam bersama Unicorn. Agak janggal bukan bila Sir Francis Haddock bisa membawa banyak perhiasan waktu melarikan diri dari Unicorn.
Ya cuma kalau di beberapa detil adegan ada hal-hal yang ora mutu, ya jangan protes. Ingat, bagaimanapun Tintin itu aslinya komik. Kartun.
Satu lagi yang menyenangkan buat saya, penamaan tokoh mengikuti Tintin terbitan Indira, bukan Gramedia. Jadi saya tak perlu mengernyitkan dahi mendengar nama Milo atau Dupond dan Dupont yang aslinya adalah Snowy, Thompson dan Thomson. Belum lagi kalau misalnya saja ada tokoh numpang lewat yang namanya beda. Saya belum baca Tintin terbitan Gramedia, bisa saja Sakharine dan Barnaby punya nama berbeda di sana.
Melihat film Tintin ini, tidak bisa tidak saya teringat pada film-film Indiana Jones. Nuansa Indiana Jones kental sekali. Bukan cuma karena sutradaranya yang sama – si Stevel Spielberg – tetapi karena gosipnya Indiana Jones itu diciptakan oleh Spielberg sebagai pelipur lara karena saat itu dia gagal membeli hak cipta untuk mengangkat Tintin ke layar lebar. Atau mestinya film Indiana Jones yang kental nuansa Tintin ya. Embuhlah.
Oh ya, apakah Anda tertawa (setidaknya tersenyum) waktu Bianca Castafiore menyebut Sakharine dengan Mr. Sugar Additive? (lmao)
Follow me on social media:
Secaa teknis compugraphic keren tetapi sebaga tontonan kurang berjiwa justru karena Spielberg ingin memindahkan suasana komik gaya lama. Saya nggak puas.
Maksud Paman teknik sinematografinya yang gaya lama?
Aku suka tintin yg ini! Visualnya, 3Dnya terutama, mengangkat film ini jd hiburan dan tamasya visual yang menyenangkan. Buat kita pembaca komiknya, yang sudah hafal ceritanya, tentu enjoy aja menikmati Tintin ala komik yg bisa bergerak dan bersuara.
Yach, walaupun hafal, tetap menerka2 adegan berikutnya, bukan?
Hah….aku belum nonton nich….penasaran…
Segeralah menonton sebelum tiba2 hilang dari bioskop, hehehe
Aku juga sudah nonton dan aku suka!
Toss sama nondit
yah ada spoiler, saya blm nonton jeh 😐
skippppp.belum nonton
mungkin gak ya kalau dibuat pemerannya manusia, bukan animasi. ada adegan yang ga masuk akal seperti berputar di baling2 pesawat dan tersambar petir 😀
Ini salah satu film animasi yang animator utamanya adalah Rini Sugianto, warna negara Indonesia yang saat ini bekerja di Selandia Baru. Lebih dari 70 shoot dalam film ini dibuat oleh dia.
Ini merupakan tulisan om yahya yg bisa aku komentari 😛
Aku sukanya sama film ini, cukup menggambarkan komiknya tapi memang jadi terasa ga ada kejutannya yaaaa 🙁
waaah, saya jaman kecil ga pernah nonton tintin. 🙂
tapi kmrn pas dinas ke yogya sempat2in nonton di amplaz dan saya terhibur. ditambah lagi ternyata ada orang indonesianya di balik layar tintin ini.