Kenapa Kita Suka Mencari Kambing Hitam?

Kalau memperhatikan berita-berita media massa, setiap kali ada kasus, kecelakaan, masalah, bencana, dan hal-hal lain yang menimpa negeri Endonesa Indonesia ini, pemerintah dan pejabat-pejabat kita cenderung untuk saling menyalahkan dan mencari kambing hitam. Sepertinya langka melihat pejabat kita dengan “gentle” meletakkan jabatannya kalau bermasalah.

Sikap yang tidak mau dipersalahkan dan selalu mencari kambing hitam tersebut bukan hanya milik pejabat saja. Banyak sekali contoh-contoh lain yang bisa diungkapkan. Fans sepakbola biasanya sulit mengakui kekalahan timnya dan beralasan wasitnya berat sebelah lah, lapangannya jelek lah (padahal tim lawan juga menggunakan lapangan yang sama), lawan menerapkan strategi negatif lah, ini lah, itu lah, de el el.

Kalau dicermati, hal itu terjadi mungkin karena sebagian besar dari kita dididik untuk menjadi demikian. Kok bisa? Coba sekarang perhatikan keluarga yang punya anak kecil atau ingat-ingat masa kecil kita dulu.

Kalau ada anak kecil berjalan, lalu menabrak meja, kursi, atau apalah, dan akhirnya menangis, bagaimana cara orang tuanya menghibur? “Wah, mejanya nakal ya!” Lalu dipukulnya meja itu. Kalau anak itu tersandung, jatuh, dan menangis, apa kata orang tuanya? “Batu nakal, kamu jadi tersandung”, lalu dilemparnya batu itu jauh-jauh. Padahal apa sih yang bisa dilakukan oleh meja dan batu itu? Dari tadi mereka diam saja di tempatnya, bukan?

Hal-hal tersebut disadari atau tidak tentunya akan direkam oleh si anak dan dia akan merasa kalau melakukan kesalahan, bukan dia yang harus bertanggung jawab dan ada sesuatu yang harus disalahkan. Makin dia besar, “sesuatu yang harus disalahkan” itu bukan lagi benda mati, tapi orang lain.

Yach, memang tidak mudah mengubah sesuatu yang sudah terlanjur mengakar, tapi bukan berarti tidak mungkin, khan?

Follow me on social media:

Similar Posts

6 Comments

  1. hehe.. mungkin kr populasi kambing hitam lebih sedikit dari yg putih. jadi lebih banyak dicari. 🙂

    *abis liat list member blogfam. mampir ke sini ahhh..*

  2. kritis juga nih.
    tapi disisi lain, bangsa ini juga permisif lho… dan lama kelamaan, banyak culture yang telah berubah.

    satu hal: apakah jogja masih ramah, setidaknya dibanding dengan 10 tahun lalu?

  3. Pingback: Yahya Kurniawan’s Blog » Blog Archive » Etika Iklan
  4. Kalo kambing putih kan enaknya di sate bos. hehehe… 😀

    yah, kalo kambing hitam itu kan paling enak buat telunjuk. tinggal tunjuk, lempar kesalahan, ga perlu mikir, ga perlu pusing. semua tinggal tunjuk :p

Leave a Reply to aprikot Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *