Sensor Internet vs Kucing Kelaparan

Ketika berlibur di PPSJ – Menoreh Green Land, di penginapan saya menjumpai seekor kucing yang sedang mengais di berbagai tempat, sekedar mencari sesuatu untuk mengganjal perutnya. Tapi karena lokasi penginapan tersebut relatif bersih, maka usahanya tersebut sia-sia.

Tetapi yang namanya lapar adalah kebutuhan hidup yang harus dipenuhi. Itu sebabnya kucing itu tidak pernah menyerah, dia akan terus mencari hingga kebutuhannya terpenuhi. Ketika dia melihat kami sedang makan dan banyak makanan yang terletak di meja, dia selalu merengsek, mendekat ke meja itu. Betapa keras usaha kami menghalau kucing itu, dia akan selalu datang lagi.

Merasa kasihan, akhirnya saya memberikan pada kucing itu sisa-sisa makanan yang ada pada saya. Diapun makan dengan lahapnya. Ketika sudah kenyang, dia pergi begitu saja. Satu dua potong sisa makanan yang saya lempar pun sudah tidak dia pedulikan lagi.

Seperti halnya lapar, seks adalah kebutuhan hidup yang juga harus dipenuhi. Dan sama juga dengan lapar, seks adalah kebutuhan yang alamiah. Kalau kebutuhan seks tidak terpenuhi, maka seperti halnya kucing kelaparan tadi, orang akan mencarinya hingga terpenuhi.

Kucing kelaparan tadi beruntung karena mendapatkan makanan yang sehat, karena makanan itu sisa dari makanan yang saya makan juga sebelumnya. Bagaimana jika tidak ada yang memberinya makanan? Dia akan tetap mencari, bahkan bila itu makanan busuk di tempat sampahpun, pasti akan diembatnya juga.

Analogi tersebut juga bisa diterapkan pada generasi muda kita yang masih lapar akan seks. Daripada kita membiarkan mereka berkeliaran mencari dan mencari, bagaimana jika kita beri mereka pendidikan seks yang tepat sehingga kebutuhan mereka terpenuhi? Tentu saja makna pemenuhan kebutuhan di sini bukan dalam arti pelampiasan nafsu seks mereka, tetapi pemenuhan kebutuhan akan pendidikan seks yang sehat.

Sudah bukan jamannya lagi main tabu-tabuan soal seks. Makin ditabukan, justru makin “beringas” usaha mereka dalam memenuhi kebutuhannya.

Terkait dengan sensor internet yang akan diterapkan, bukankah itu sama saja seperti menghalau kucing kelaparan di atas? Betapapun keras usaha kita, kucing itu tetap akan kembali ke tempat yang penuh makanan. Mau diblokir bagaimanapun, selama kebutuhan itu tidak terpenuhi, pasti akan ada cara untuk menembusnya.

Jadi, apakah sudah tepat keputusan untuk memblokir situs-situs porno? Berapa biaya yang akan dikeluarkan untuk itu? Mengapa biaya yang besar tersebut tidak dialihkan saja untuk mengembangkan pendidikan akhlak, pendidikan seks yang sehat, serta pendidikan agama? Juga harus diingat, internet bukan satu-satunya jalan untuk mendapatkan hal-hal negatif. Percuma bukan memblokir situs porno tapi DVD dan majalah porno masih beredar leluasa.

Kucing yang sudah kenyang tidak peduli lagi walau diberi makanan. Orang yang akhlaknya sehat dan imannya kuat tidak akan tergoda oleh gambar-gambar yang syuur, baik itu dari internet maupun dari media yang lain. Kalau begitu, manakah yang harus dipilih, membatasi satu per satu sumber akses hal-hal negatif atau memperkuat akhlak dan iman? Karena sumber akses ke hal negatif tidak akan pernah habis, dibabat satu tumbuh seribu.

Follow me on social media:

Similar Posts

19 Comments

  1. #1
    Ya jelas dong :mrgreen:
    Pendidikan seks mengenal tingkatan umur juga khan? Umur balita diberi pendidikan sampai taraf sekian, umur remaja diberi pendidikan sampai taraf sekian, dst

  2. Yoi mas, analoginya pas banget….
    Tahun 60-70-an orang cari porno dari buku, majalah dan film 8-35 mm
    Tahun 80-90-an orang cari porno dari video
    Tahun 90-an -sekarang aksesnya makin banyak….dari hp, flash disk, DVD, game, macem2 deh….mau ditutup pake apa tuh lubang informasi segitu banyak….AS yang dananya segambreng mau censor teroris dari internet aja gak sanggup gimana pemerintah kita ya?

  3. Seks beda dengan makan. Menahan seks tidak akan menyebabkan kematian. Sebaliknya, ketika orang sudah mengenal, maka ia akan terdorong untuk mencobanya lagi.

    Oleh karena itu, pemblokiran itu bermanfaat untuk meminimasi ‘efek kelaparan’ terhadap mereka-mereka yang masih berusia dini. Sambungan internet bisa jadi terhenti kapan saja. Mereka yang sudah kecanduan, akan menyalurkan ke mana dalam kondisi seperti itu?

    —-
    “Percuma bukan memblokir situs porno tapi DVD dan majalah porno masih beredar leluasa.”

    Saya pikir nggak nyambung karena DVD dan majalah tidak termasuk ke dalam kewenangan UU ITE ini.

  4. menurut aku betul juga percuma aja memblokir situs porno lha wong yang jelas2 didepan mata dan jelas tempatnya kayak dvd dan majalah porno masih beredar luas apalagi situs porno yang didunia maya yang mungkin jumlahnya ratusan bahkan jutaan dan gak jelas tempatnya dimana…..

  5. #5
    Kalo anak-anak mendapat pendidikan seks yang sehat, saya yakin gak bakalan lapar deh.

    #6 #7
    Setuju

    #8
    Betul pak, cuma kriteria sensornya musti jelas, bukan asal blokir

  6. setujuuuuuuuuu…..
    dan sensor yang paling besar itu jelas berada di tangan orang tua disekitar kita, contoh kl ada anak2 mau beli/pinjem vcd/majalah porno ditanyain dulu KTPnya….
    kl anak muda seperti saya ini semakin ditutup malah semakin menggairahkan hahaha…pasti mencari jalan lain, kl online tutup ya nyari offline donk, malah lebih bahayaa yaa :))

  7. lagian pengguna internet di indonesia itu berapa persen sih? saya malah setuju kalau dimulai dari VCD porno yang diberantas, baru deh kalo itu udah bersih, gantian internet.
    dan dalam kurun waktu tersebut, saya kumpulkan sumber sebanyak2nya dahulu 😆

  8. untuk mencegah kelaperan.. maka kucing2 akan menyimpan sumber makanan.. atau minta ke kucing yang lain.
    yang lebih bahaya.. gimana klo kucing itu bikin makanan sendiri ?

  9. makin hari pemerintah makin aneh aja neh,,

    btw postingannya keren sekali pak, jadi berasa tambah ilmu … 🙂

  10. wah …kalau bukan pak guru ….ya tidak berat. Tapi kalo ada siswa bunting yang dimuat di koran sekolah dimana dia anak itu. awalnya lihat gambar lalu…… lihat teman…..lalu hah…nyoba

  11. ck.. ck.. ck..

    Analogi nya bagus sekali, mas, tapi sulit untuk mendidik anak untuk menjadi saleh jika orangtuanya itu tidak saleh. Teman-teman yang masih smp aja sudah sering membuka cerita dewasa, website-website terlarang, dll. Makanya orangtua dan pemerintah diharapkan bekerja sama dalam hal ini.

    Memang sekali coba ketagihan seperti narkoba, sehingga kita harus mencegah nya sebelum si anak mencobanya.

    Say no to drug !!
    Say no to free sex !!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *